Masalah peraktek ibadah
S baca syahadat
a.
Ketika menjawab azan
b.
Disunatkan ketika ijab Kabul
c.
Pada waktu khutbah atau Tausiyah
d. Masuk agama islam
d. Masuk agama islam
2. Whudhu’
Wudhu Wudhu
artinya menghilangkan hadats kecil, dengan membasuh beberapa anggota tubuh
tertentu dengan niat. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah : 6
öNs9r& (#÷rtt öNx. $uZõ3n=÷dr& `ÏB OÎgÎ=ö7s% `ÏiB 5bös% öNßg»¨Y©3¨B Îû ÄßöF{$# $tB óOs9 `Åj3yJçR ö/ä3©9 $uZù=yör&ur uä!$yJ¡¡9$# NÍkön=tã #Y#uôÏiB $uZù=yèy_ur t»yg÷RF{$# ÌøgrB `ÏB öNÍkÉJøtrB Nßg»uZõ3n=÷dr'sù öNÍkÍ5qçRäÎ/ $tRù't±Sr&ur .`ÏB öNÏdÏ÷èt/ $ºRös% tûïÌyz#uä ÇÏÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki,..” Ayat diatas memerintahkan kepada orang yang
beriman jika hendak mendirikan shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnat
dalam keadaan hadats kecil, maka wajib berwudhu terlebihdahulu dengan cara: 1.
Membasuh muka 2. Membasuh dua tangan sampai dengan dua sikunya 3. Menyapu atau
mengusap kepala 4. Membasuh dua kaki dengan dua mata-kakinya Empat point diatas
adalah rukun wudhu yang ditetapkan Al Qur’an, kemudian berdasarkan hadits Nabi
SAW yang shahih, harus ada niat, yakni sengaja melakukan wudhu dalam hati
karena Allah, dan tertib, yakni berurutan sebagaimana yang diurut oleh Allah
dalam firman-Nya diatas. Dengan demikian dalam berwudhu, membasuh kaki tidak
boleh di dahulukan daripada muka meskipun faktanya kaki lebih kotor daripada
muka.
1)
DOA-DOA SAAT BERWUDHU
a. Doa ketika membasuh dua pergelangan tangan:
اللَّهُمَّ احْفَظْ يَدَيَّ مِنْ مَعَاصِيكَ كُلِهَا
Allohummahfidz Yadayya Min Ma'asyika Kulliha
Artinya:
"Ya Allah, peliharalah kedua tanganku daripada melakukan maksiat kepadaMu."
b. Doa ketika berkumur:
اللَّهُمَّ اَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Allohumma a'inni 'Ala Dzikrika wa Syukrika wahusni 'Ibadatika
Artinya:
"Ya Allah, bantulah aku supaya aku dapat berzikir kepadaMu, dan bersyukur kepadaMu, dan memperelok ibadah kepadaMu."
c. Doa ketika membasuh hidung:
اَللَّهُمَّ أَرِحْنِي رَائِحَة الجَـنَّة وَاَنْتَ عَنِّي رَاضٍ
Allohumma Arihni Roihatal Jannati wa anta annii rodliin
Artinya:
"Ya Allah, berilah aku penciuman menghirup wangi surga, dan Engaku meridloiku."
d. Doa ketika membasuh muka (setelah membaca niat wudhu dalam hati) :
اَللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِى يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ
وُجُوْهٌ
Allohumma bayyid wajhiy yauma tabyadu wujuuh wa taswaddu wujuuh
Artinya:
"Ya Allah, putihkanlah wajahku pada hari dimana putihnya wajah-wajah dan hitamnya wajah-wajah."
e. Doa ketika basuh tangan kanan :
اَللَّهُمَّ اَعْطِنِى كِتاَبِى بِيَمِيْنِى وَحَاسِبْنِى حِسَاباً
يَسِيْرًا
Allohumma A'thini kitabi biyamini wa hasibni hisaban yasiro
Artinya:
"Ya Allah! berikanlah kepadaku kitabku dari sebelah kanan dan hitunglah amalanku dengan perhitungan yang mudah."
f. Doa ketika membasuh tangan kiri :
اَللَّهُمَّ لاَ تُعْطِنِى كِتاَبِى بِشِمَالِى وَ لاَ مِنْ وَرَاءِ
ظَهْرِىْ
Allohumma Laa Ta'thini Kitabi bisyimali walaa min waro,i dzohri
Artinya:
"Ya Allah, janganlah beri kepadaku kitab amalanku dari sebelah kiri atau dari sebelah belakang."
g. Doa saat mengusap rambut/kepala:
اَللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ عَلَى النَّارِ
Allohumma harrim sya'ri wabasyari 'Alannari.
Artinya:
"Ya Allah, haramkan rambutku dan kulit kepalaku daripada neraka."
h. Doa ketika membasuh dua telinga :
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ اْلقَوْلَ
فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ
Allohummaj'Alni minalladzina yastami'unal Qoula fayattabi'una ahsanahu
Artinya:
"Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mendengar ucapan yang baik dan mengikuti sesuatu yang terbaik."
i.
Doa saat membasuh kaki kanan:
اَللَّهُمَّ ثَبِّتْ قدَمَيَّ عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تُثَبِّتُ
فِيْهِ اَقْدَامَ عِبَادِكَ الصَالِحِينَ
Allohumma Tsabbit Qodamayya 'Alaas Syirothi yauma tutsabbitu fiihi Aqdama 'ibaadikas shoolihiin
Artinya:
"Ya Allah, tetapkan kedua kakiku di atas titian shirothol mustaqim pada hari dimana kau tetapkan kaki-kaki orang shaleh."
j. Doa saat membasuh kaki kiri:
اَللَّهُمَّ لَاتَزِلُّ قدَمَيَّ عَلَى الصِّرَاطِ فِي النَّارِ
يَوْمَ تَزِلُّ فِيْهِ اَقْدَامُ المُنَافِقِيْنَ وَالمُشْرِكِينَ
Allohumma laa tazillu Qodamayya 'Alaa Syirothi fin naar yauma tazillu fiihi Aqdamul munaafiqiina wal musyrikiina
Artinya:
"Ya Allah, jangan gelincirkan kedua kakiku di atas titian shirothol mustaqim kedalam neraka pada hari dimana engkau gelincirkan kaki-kaki orang-orang munafik dan musyrik."
3. Mandi
a.
Niat,
Syarat Sahnya Mandi
Para ulama mengatakan bahwa di
antara fungsi niat adalah untuk membedakan manakah yang menjadi kebiasaan dan
manakah ibadah. Dalam hal mandi tentu saja mesti dibedakan dengan mandi biasa.
Pembedanya adalah niat. Dalam hadits dari ‘Umar bin Al Khattab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya setiap amalan
tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
b.
Rukun
Mandi
Hakikat mandi adalah mengguyur
seluruh badan dengan air, yaitu mengenai rambut dan kulit.
Inilah yang diterangkan dalam banyak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah hadits
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menceritakan tata cara mandi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جَسَدِهِ كُلِّهِ
“Kemudian beliau mengguyur air pada
seluruh badannya.” (HR. An Nasa-i no. 247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Penguatan makna dalam hadits
ini menunjukkan bahwa ketika mandi beliau mengguyur air ke seluruh tubuh.”[1]
Dari Jubair bin Muth’im berkata, “Kami saling memperbincangkan
tentang mandi janabah di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lalu beliau bersabda,
أَمَّا أَنَا فَآخُذُ مِلْءَ كَفِّى ثَلاَثاً فَأَصُبُّ عَلَى
رَأْسِى ثُمَّ أُفِيضُهُ بَعْدُ عَلَى سَائِرِ جَسَدِى
“Saya mengambil dua telapak tangan,
tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya
pada semua tubuhku.” (HR. Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa
sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim)
Dalil yang menunjukkan bahwa hanya mengguyur seluruh badan dengan
air itu merupakan rukun (fardhu) mandi dan bukan selainnya adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Ummu Salamah. Ia mengatakan,
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِى
فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ قَالَ « لاَ إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِى
عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ
فَتَطْهُرِينَ ».
“Saya berkata, wahai Rasulullah, aku
seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka
kepangku ketika mandi junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu
mengguyur air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan
air, maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330)
Dengan seseorang memenuhi rukun mandi ini, maka mandinya dianggap
sah, asalkan disertai niat untuk mandi wajib (al ghuslu). Jadi seseorang yang mandi di pancuran atau shower dan air mengenai seluruh tubuhnya,
maka mandinya sudah dianggap sah.
Adapun berkumur-kumur (madhmadhoh), memasukkan air dalam hidung (istinsyaq) dan menggosok-gosok badan (ad dalk) adalah perkara yang disunnahkan menurut mayoritas ulama
4. Tayammum
Petama adalah niat tayamum [niat dalam hati], jika dilafadzkan
maka bacaan niat tayamum adalah sebagai berikut :
نويت التّيمّم لإستباحة الصّلاة فرضالله تعالى
Nawaitut tayammuma
li-istibaahatish shalaati far-dlan lillaahi ta’aala
Artinya : aku niat betayammum untuk dapat mengerjakan shalat; fardlu karena Allah.
Artinya : aku niat betayammum untuk dapat mengerjakan shalat; fardlu karena Allah.
‘Ammar bin Yasir radhiyallahu
‘anhu bahwa dia berkata: “Saya pernah mengalami junub dan ketika itu saya tidak
mendapatkan air (untuk mandi). Oleh karena itu saya pun bergulung-gulung di
tanah (untuk bersuci) dan kemudian saya menjalankan shalat. Maka hal itu pun
saya ceritakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Nabi bersabda,
“Sebenarnya sudah cukup bagimu bersuci dengan cara seperti ini.” Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam memukulkan kedua telapak tangannya di atas tanah
dan meniup keduanya. Kemudian dengan kedua telapak tangan itu beliau membasuh
wajah dan telapak tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits Ammar radhiyallahu
‘anhu di atas dapat kita simpulkan bahwa tata cara tayammum itu adalah:
1. Menepukkan dua telapak tangan ke tanah/debu dengan sekali
tepukan.
2. Meniup atau mengibaskan tanah/debu yang menempel pada dua
telapak tangan tersebut.
3. Mengusap wajah terlebih dahulu lalu mengusap kedua telapak
tangan, bagian dalam maupun luarnya. Atau pun mengusap telapak tangan dahulu
baru setelahnya mengusap wajah.
5. Do’a sesudah azan
اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ سَيِّدَ نَا مُحَمَّدَا ن الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَالشَّرَفَ وَالدَّ رَجَةَ العَالِيَةَالرَّفِيعَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَّحْمُوْدَاإ الَّذِيْ وَعَدْتَهُ إِنَّكَ لاَتُخْلِفُ الْمِيْعَادِ
" Allahumma rabba
haadzihid-da’watit taammah wash-shalaatil-qaa'imah, aati sayyidinaa
Muhammadanil-wasiilata wal-fadhiilah wasy-syarofa
wad-darojatal-'aaliyatar-rofii'ah, wab' atshul-maqaamam-mahmuudanil-ladzii
wa’adtah innaka laa tukhliful-mii’aad. "
Artinya : “Ya Allah, penguasa
panggilan yang sempurna (adzan dan qomat) dan shalat yang didirikan, berikanlah
kepada nabi Muhammad washilah, keanugerahan, kemulyaan, dan derajat yang luhur,
keistimewaan dan tempatkanlah di tempat yang mulia yang telah Engkau janjikan.
Sesungguhnya Engkau tidak (pernah) menyalahi janji. ”
A.
Bacaan menjawab azan
Menjawab Adzan Dan Iqamah
Assalamu alaikum wr, wb, Berikut pada kesempatan kali ini saya
akan menuliskan artikel tentang sunnah menjawab adzan dan iqamah Lengkap dengan
arab dan latinnya, Semoga artikel yang saya tuliskan ini dapat bermanfaat bagi
semuanya.
Bagi kaum muslimin dan muslimat sunnah hukumnya menjawab suara
adzan dengan jawaban yang sama seperti apa yang disebut dalam kalimat adzan dan
iqamah, Kecuali pada kalimat : "Hayya alash shalaah" dan "Hayya
alal falaah" maka kita menjawabnya dengan lafadz berikut ini...
![]() |
"Laa haula walaa Quwwata
illaa billaah"
|
Artinya :
"Tidak ada dya upaya dan tidak ada kekuatan, kecuali dengan pertolongan allah"
"Tidak ada dya upaya dan tidak ada kekuatan, kecuali dengan pertolongan allah"
Apabila pada Adzan shubuh, Ketika muazzin mengucap kalimat dibawah...
![]() |
"Ash shalaatu khoirum
minan nauum"
|
Artinya :
"Shalat itu lebih baik daripada tidur"
"Shalat itu lebih baik daripada tidur"
Kita yang
mendengarnya menjawab...
![]() |
"Shodaqta wa bararta wa
ana alaa dzaalika minasy syaahidiin"
|
Artinya :
"Benar dan baguslah ucapanmu itu dan aku atas yang demi kian itu termasuk orang orang yang menyaksikan"
"Benar dan baguslah ucapanmu itu dan aku atas yang demi kian itu termasuk orang orang yang menyaksikan"
Berikut jawaban bagi yang mendengar IQAMAH
Bagi yang mendengar iqamah, kalimat demi kalimat terdengar di
jawab sama seperti yang di ucapkan oleh muazzin, kecuali pada kalimat "QAD
QAAMATISH" maka dijawab dengan lafadz sebagai berikut...
![]() |
"AQoomahallaahu wa
adaamahaa waja alanii ming shoolihii ahlihaa"
|
Artinya :
"Semoga allah mendirikan shalat itu dengan kekalnya, dan semoga Allah menjadikan aku ini dari golongan orang yang sebaikbaiknya ahli shalat"
"Semoga allah mendirikan shalat itu dengan kekalnya, dan semoga Allah menjadikan aku ini dari golongan orang yang sebaikbaiknya ahli shalat"
Doa setelah
mendengar IQAMAH
![]() |
"Allaahumma robba
haadzihidda watit taammati wash shalaatil Qaaimah, sholli wa sallim alaa
sayyidinaa muhammadin wa aatihi sulahu yaumal Qiyaamah"
|
Artinya :
"Ya allah tuhan yang memiliki panggilan yang sempurna, dan memiliki shalat yang didirikan, curahkanlah rahmat dan salam atas jungjungan kita nabi muhammad, dan berilah/kabulkanlah segala permohonannya pada hari kiamat.
"Ya allah tuhan yang memiliki panggilan yang sempurna, dan memiliki shalat yang didirikan, curahkanlah rahmat dan salam atas jungjungan kita nabi muhammad, dan berilah/kabulkanlah segala permohonannya pada hari kiamat.
6. Tata cara Sholat Berjamaah
Shalat berjamaah yang sah hanya
bisa terwujud dengan syarat-syarat dan cara-cara tertentu yang wajib
diperhatikan, yang ringkasnya sebagai berikut:
1. Tempat ma’mum tidak boleh di depan imam. Jika hal ini
terjadi, makakema’mumannya batal, karena Nabi SAW bersabda
: اِنَّمَا جُعِلَ اْلاِمَامُ لِيُؤْتَمَّ
بِهِ (رواه البخارى 657 ومسلم 411
Imam itu diangkat tak lain agar menjadi panutan. (H.R.
al-Bukhari: 657, dan Muslim: 411).
Al-I’timam artinya mengikuti. Dan
hal itu hanya bisa dilakukan bila si pengikut ada di belakang. Namun demikian,
tidaklah mengapa menjejeri d alam berdiri, sekalipun itu makruh. Karena
sunnahnya memang mundur sedikit daripadanya. Adapun kalau ada di depan imam,
maka batal shalatnya.
Yang menjadi patokan, apakah
berada di depan atau di belakang imam adalah tumit, yakni bagian belakang
telapak kaki.
Kalau ma’mum ada dua orang atau
lebih, maka mereka semua berbaris di belakang imam. Tetapi, kalau hanya
seorang, maka berdiri di sebelah kirinya, kemudian mundurlah kedua-duanya untuk
merapat satu sama lain, atau imamnya yang maju.
Imam Muslim yang meriwayatkan
dari Jabir RA, dia berkata:
صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلّىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُمْتُ عَنْ يَمِيْنِهِ، ثُمَّ جَاءَ
جَابِرُبْنِ صَخْرٍ فَقَامَ عَنْ يَسَارِهِ، فَاَخَذَ بِاَيْدِيْنَا جَمِيْعًا
حَتَّى اَقَامَنَا خَلْفَهُ
Pernah aku shalat di belakang Rasulullah SAW. aku berdiri di
sebelah kana beliau. Kemudian datanglah Jabir bin Shakhr lalu berdiri di
sebelah kiri beliau. Maka, beliau memegang tangan kami semua sehingga beliau
tempatkan kami di belakang beliau.
Jarak antara imam dan ma’mum,
disunnatkan agar tidak lebih dari tiga dzira’ . Dan demikian pula, jarang
antara masing-masing shaf. Apabila ma’mum terdiri dari laki-laki dan perempuan,
maka barisan laki-laki di depan, barulah sesudah itu barisan perempuan. Adapun
kalau ma’mumnya hanya seorang lelaki dan seorang perempuan, maka yang lelaki
berdiri di sebelah kanan imam, lalu yang perempuan di belakang ma’mum lelaki
itu.
Yakni Dzira’ orang lelaki biasa, lebih kurang sama dengan 50 cm.
Adapun jamaah yang terdiri dari
melulu kaum wanita, maka imam berdiri di tengah mereka. Karena hal seperti ini
ada diriwayatkan secara otentik dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah, Raadhiyallahu
‘anhuma. (Riwayat al-Baihaqi dengan isnad shahih).
Dan makruh hukumnya, bila seorang
ma’mum berdiri sendirian. Oleh sebab itu, hendaklah dia masuk dalam suatu shaf
bila ada kelonggaran. Dan kalau tidak ada, maka disunnatkan baginya menarik
seseorang dari shafnya agar bergabung dengannya, sesudah takbiratul ihram.
Sedang bagi orang yang ditarik itu, disunnatkan membantunya dan bergabung
dengannya, agar memperoleh pahala memberi pertolongan atas kebajikan.
2. Mengikuti imam dalam semua perpindahan-perpindahan dan
rukun-rukun fi’liyah dalam shalat yang dilakukan.
Dengan cara, ma’mum memulai
pekerjaannya sesudah imam, sedang imam mendahului selesainya ma’mum dalam
setiap pekerjaan.
Apabila ma’mum tertinggal oleh
imam selama satu rukun, itu makruh hukumnya. Sedang bial tertinggal sampai dua
rukun yang panjang, misalnya imam sudah ruku’, i’tidal, lalu sujud dan bangkit,
sementara ma’mum masih juga berdiri, padahal tidak ada uzur, maka batal
shalatnya. Adapun kalau tertinggalnya itu karena uzur umpamanya karena lambat
bacaannya, maka ma’mum bleh tertinggal oleh imam sampai tiga rukun. Dan kalau
sesudah itu, masih juga belum bisa mengejar imam, maka dia wajib memenggal
sebatas yang telah dia lakukan, lalu segera mengikuti imam.sesudah imam salam
nanti, kekurangan ma’mum itu bisa dia penuhi.
3. Mengetahui perpindahan-perpindahan imam, dengan cara
melihatnya langsung, atau melihat sebagian shaf, atau mendengar suara
muballigh.
4. Antara imam dan ma’mum tidak ada jarak tempat yang terlampau
jauh, apabila kedua-duanya tidak berada dalam masjid.
Adapun kalau berkumpul dalam satu
masjid, maka jamaah itu tetap sah, sekalipun jarak di antara keduanya cukup
jauh, dan sekalipun terhalang oleh bangunan-bangunan, asal masih ada lubang
tembus.
Adapun kalau imam dan ma’mum ada
di luar masjid, atau imam ada di masjid sedang ma’mumnya ada di luar, maka
dipersyaratkan agar jarak antara keduanya tidak terlampau jauh. Atau lebih
tegasnya begini:
Pertama: Apabila imam dan ma’mum
ada di tanah lapang, di padang pasir umpamanya, maka dipersyaratkan jangan lebih
jaraknya dari 300 dzira’ Hasyimi, yakni ±150 meter.
Kedua: Apabila masing-masing dari
imam dan ma’mum berada dalam bangunan sendiri-sendiri, seperti dua rumah, atau
yang satu dalam kamar sedang yang lain di ruang tamu umpamanya, maka selain
syarat tersebut di atas, diwajibkan pula agar shaf dari satu bangunan
bersambung dengan shaf pada bangunan yang lain, yakni bila bangunan yang
ditempati imam menceng ke kanan atau ke kiri dari tempat berdiri ma’mum.
Ketiga: Apabila imam berada dalam
masjid, sedang sebagian ma’mum ada di luar, maka dipersyaratkan agar jarak
antara ujung masjid dan ma’mum di luar masjid yang terdepan, tak lebih jauhnya
dari 300 dzira’ Hasyimi.
5. Ma’mum berniat berjamaah atau mennjadi ma’mun.
Niat ini dipersyaratkan agar
berbareng dengan Takbiratul Ihram. Jadi, kalau ada seseorang tidak berniat
menjadi ma’mum, namun demikian dia mengikuti perpindahan-perpindahan dan
gerakan-gerakan imam, maka shalatnya batal, manakala hal itu mengakibatkan dia
menunggu imam, yang menurut ‘uruf cukup lama.
Sedang kalau mengikuti
perpindahan dan gerakan imam itu hanya karena kebetulan saja tanpa sengaja,
atau penungguan tersebut tidak terlalu lama, maka shalatnya tidaklah
batal.
Adapun bagi imam, tidaklah wajib
berniat menjadi imam, hanya mustahab saja, agar memperoleh pahala berjamaah.
Artinya, kalau tidak berniat, maka pahala itu tidak diperoleh. Karena orang
hanya akan memperoleh apa yang dia niatkan saja dari amalnya. Rasulullah SAW
bersabda:
اِنَّمَا اْلاَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ،
وَاِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى (رواه البخارى 1 ومسلم 1907
Sesungguhnya amal-amal itu bergantung pada niat-niatnya. Dan
sesungguhnya tiap-tiap orang hanya akan memperoleh apa yang dia niatkan. (H.R.
al-Bukhari: 1, dan Muslim: 1907).
Ma’mum akan memperoleh pahala
jamaah, selagi imam belum salam. Sedang melakukan Takbiratul Ihram bersama
Takbiratul Ihramnya imam akan memberi pahala tersendiri. Dan hal itu bisa
dilakukan dengan segera bertakbir sesudah takbir imam.
Ma’mum dianggap masih sempat mengalami
satu rakaat bersama imam, apabila ia masih sempat mengejar ruku’nya. sedang
apabila ia baru sempat bertakbir sesudah imam usai dari ruku’, maka berarti
rakaat itu telah lewat. Selanjutnya ma’mum wajib melakukan sendiri rakaat itu
–atau melakukan semua yang terlewat manakala lebih dari satu rakaat- sesudah
imam salam
7. Bacaan Sholat Jenazah
Pertama, niat. Niat wajib digetarkan dalam hati. Apabila dilafalkan
secara lisan akan berbunyi:
Untuk jenazah laki-laki:
أُصَلِّي عَلَى هَذَا الـمَيِّتِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى
Untuk jenazah perempuan:
أُصَلِّي عَلَى هَذَا الـمَيِّتَةِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى
Kedua, takbir dan dilanjutkan dengan membaca Surat al-Fatihah.
Ketiga, takbir lagi dan diteruskan dengan membaca shalawat Nabi:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Akan lebih bagus bila disambung:
كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ،
إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى
آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Keempat, usai membaca shalawat, takbir lagi dan membaca doa untuk jenazah yang sedang dishalati:
Untuk jenazah laki-laki:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ
عَنْهُ وَاجْعَلِ اْلجَنَّةَ مَثْوَاهُ. اللّهُمَّ ابْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا
مِنْ دَارِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَهْلًا خَيْراً مِنْ أَهْلِهِ.
اللَّهُمَّ إِنَّهُ نَزَلَ بِكَ وَأَنْتَ خَيْرُ مَنْزُوْلٍ بِهِ. اَللَّهُمَّ
أَكْرِمْ نُزولَهُ ووسِّعْ مَدْخَلَهُ
Untuk jenazah perempuan:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهاَ وَارْحَمْهاَ وَعَافِهَا وَاعْفُ
عَنْهاَ وَاجْعَلِ اْلجَنَّةَ مَثْوَاهاَ. اللّهُمَّ ابْدِلْهاَ دَارًا
خَيْرًا مِنْ دَارِهَا، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهَا وَأَهْلًا خَيْراً مِنْ
أَهْلِهاَ. اللَّهُمَّ إِنَّهُ نَزَلَ بِكَ وَأَنْتَ خَيْرُ مَنْزُوْلٍ بِهاَ.
اَللَّهُمَّ أَكْرِمْ نُزولَهاَ ووسِّعْ مَدْخَلَهاَ
Kelima, takbir yang keempat kalinya, lalu membaca:
Untuk jenazah laki-laki:
اللهُمّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ
Untuk jenazah perempuan:
اللهُمّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ
Keenam, mengucapkan salam secara sempurna:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
8. Sholat jamak dan kashar
a. Shalat Jamak
Shalat jamak adalah mengumpulkan dua shalat dalam satu waktu.
Misalnya : Shalat Zhuhur dilakukan di waktu Ashar. Artinya, saat masuk waktu
Dzuhur ia tidak melakukan Shalat Dzuhur, akan tetapi dilakukan di waktu Ashar.
Maka setelah masuk Ashar orang tersebut melakukan Shalat Dzuhur kemudian
melakukan Shalat Ashar
Shalat yang bisa dijamak adalah;
- Shalat
Zhuhur dikumpulkan dengan Shalat ‘Ashar
- Shalat
Maghrib dikumpulkan dengan Shalat ‘Isya
Adapun Shalat Shubuh tidak bisa
dijamak dengan shalat apapun.
Jamak Taqdim dan Ta’khir
- Jamak
Taqdim adalah mengumpulkan dua waktu shalat di waktu shalat yang pertama.
Contoh: Menjamak Shalat Zhuhur dan ‘Ashar di waktu Shalat Zhuhur - Jamak
Ta’khir adalah mengumpulkan dua waktu shalat di waktu shalat yang kedua
atau terakhir.
Contoh: Jamak Shalat Maghrib dengan Shalat Isya’ di waktu Shalat Isya’
Shalat
Qashar
Shalat Qashar yaitu menjadikan
shalat yang berjumlah empat rakaat menjadi dua rakaat. Seperti Shalat Zhuhur,
‘Ashar dan Isya’. Sedangkan Shalat Maghrib dan Shubuh tidak bisa di-qashar.
Shalat Jamak
dan Qashar
Artinya ada shalat yang boleh
untuk kita jamak dan kita qashar sekaligus. Yaitu, semua shalat yang memenuhi
syarat untuk bisa di-qashar maka shalat tersebut pasti boleh dijamak.
Menjamak shalat yang bisa diqashar tidaklah harus. Jadi, seseorang bisa
saja hanya meng-qashar tanpa menjamak biarpun boleh untuk menjamak.
a. Tidak Semua Shalat Yang Bisa
Dijamak Itu Bisa Diqashar
Ada shalat yang memenuhi syarat
untuk bisa dijama’ akan tetapi belum memenuhi syarat untuk di-qashar. Maka saat
itu hanya boleh menjamak dan tidak boleh meng-qashar.
b. Semua Shalat Yang Bisa
Diqashar Pasti Boleh Dijamak
Artinya: Semua shalat yang
memenuhi syarat untuk boleh di-qashar secara otomatis boleh dijamak.
Syarat Shalat Jamak
1. Bepergian dengan Perjalanan Jauh
Jika seseorang dalam perjalanan jauh maka ia boleh menjamak dan
meng-qashar shalat biarpun dalam keadaan jalan lancar tanpa ada kemacetan.
Bepergian jauh dalam masalah ini adalah bepergian yang jarak tempuh menuju
tempat tujuannya mencapai 84 km. Contohnya, perjalanan dari Jawa Timur menuju Jakarta, maka ini diperbolehkan untuk meng-qashar-nya.
2. Bepergian dengan Perjalanan Pendek
Yaitu perjalanan yang jarak
tempuh menuju tempat tujuannya tidak mencapai 84 Km. Dalam hal ini bagi
seseorang yang bepergian dengan perjalanan pendek diperkenankan menjama’ dengan
2 syarat:
a) Berada di dalam bepergian atau berniat melakukan bepergian.
Misal : Pada hari senin, seseorang yang tinggal di Bogor
ingin pergi ke Jakarta. Maka orang tersebut disebut berniat bepergian. Atau
orang tersebut sudah meninggalkan kampungnya maka ia disebut bepergian.
b) Ada dugaan jalan macet atau
tiba-tiba terkena macet yang merepotkannya untuk bisa turun untuk melakukan Shalat.
Cara dan Niat Jamak Taqdim
Jika seseorang ingin menjamak
taqdim (misal : Shalat Dzuhur digabung dengan Shalat Ashar yang dilakukan di
waktu Dzuhur), maka yang harus dilakukan adalah:
1. Memulai dengan shalat Dzuhur
dengan niat sebagaimana biasa, seperti, “Aku niat shalat fardhu Dzuhur”. Jika
dilakukan berjama’ah tinggal menambah niat berjamaah. Kalau menjadi imam dengan
tambahan, “Dan aku menjadi imam” kalau sebagai makmum dengan tambahan, “Dan aku
menjadi makmum”.
Kemudian disaat ia melakukan shalat Dzuhur ia harus melintaskan
niat di hati, “Aku akan melakukan shalat Ashar di waktu Dzuhur”. Waktu untuk
niat menarik shalat Ashar ke Dzuhur terbentang sepanjang ia melakukan shalat
Dzuhur. Artinya sepanjang ia berada di waktu Dzuhur niat bisa dilintaskan di
hati asalkan belum salam. Bisa juga niat ini dibarengkan saat melakukan niat
shalat Dzuhur, seperti : ”Aku melakukan shalat fardu Dzuhur dengan Ashar di
waktu Dzuhur”.
2. Kemudian setelah ia salam dari
shalat Dzuhur segera berdiri lagi untuk melakukan solat Ashar. Niatnya cukup :
“Aku niat shalat fardhu Ashar”. Dengan niat seperti ini tanpa disebutkan niat
jamaknya juga sudah sah. Kalau mau di tambah, “Jamak dengan Dzuhur” maka itu
lebih baik.
3. Antara shalat Dzuhur dan Ashar
harus bersegera. Artinya jangan ada jeda kesibukan apapun kecuali urusan
shalat. Dzikir, do’a, shalat Ba’diyah Dzuhur dan Qobliyah Ashar ditunda setelah
shalat Ashar.
9.
Takbir pada hari raya

10. Do’a
maksur
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ
مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ , وَمِنْ عَذَابِ اَلْقَبْرِ , وَمِنْ فِتْنَةِ
اَلْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ , وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ اَلْمَسِيحِ اَلدَّجَّالِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab
Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari
keburukan fitnah Masih Dajjal.” (Muttafaq 'alaih)
اللَّهُمَّ إنِّي ظَلَمْت نَفْسِي
ظُلْمًا كَثِيرًا ، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلَّا أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِي
مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِك وَارْحَمْنِي ، إنَّك أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Ya Allah, Sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dengan
kezaliman yang banyak. Tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.
Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmati aku. Sesungguhnya
Engkau Dzat Maha pengampun lagi Penyayang.” (Muttafaq 'Alaih)
اَللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ
وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Ya Allah, Bantu aku untuk berzikir, bersyukur, dan memperbaiki
ibadah kepada-Mu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan al-Nasai dengan sanad kuat)
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا
قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَسْرَفْتُ
وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لَا
إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
“Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah aku lakukan dan yang
belum aku lakukan (dosa yang mendatang), dosa yang aku sembunyikan dan dosa
yang aku perbuat dengan terang-terangan, juga yang aku melampaui batas dan
apa-apa yang Engkau ketahui dariku. Engkaulah Yang Mendahulukan dan Engkaulah
Yang Mengakhirkan. Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Engkau.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
11. Manasik haji

12. Khutbah jum’at
Khutbah I
الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانِ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ
عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا
وَفَضَائِلِ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ.
اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه
وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ
فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: بَلْ
تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا، وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
Jamaah shalat Jum'at haafidhakumullah,
Tidak terasa kita sudah berjumpa
Sya’ban lagi, bulan yang menandai bahwa kita semakin mendekati blan suci
Ramadhan. Sya’ban adalah bulan kedelapan dalam hitungan kalender hijriah.
Terletak setelah bulan Rajab dan sebelum bulan Ramadhan. Secara bahasa Sya’ban
berakar dari kata Arab “syi‘âb” yang bararti jalan di atas bukit. Makna “jalan”
ini bisa dikiaskan dalam pengertian bahwa kita sedang menapaki jalan menuju
Ramadhan, bulan yang paling dimuliakan dalam ajaran Islam.
Posisi bulan Sya’ban yang
terjepit di antara Rajab dan Ramadhan itu rupanya membuat Sya’ban kalah populer
dari keduanya. Kita tahu, Rajab diyakini sebagai bulan yang di dalamnya
terdapat peristiwa dahsyat: Isra’ dan Mi’raj. Peristiwa yang dialami secara
langsung oleh Rasulullah ini begitu membekas di benak umat Islam, bukan saja
karena keajaibannya namun juga hasil dari peristiwa itu yang masih berlangsung
hingga sekarang, yakni kewajiban shalat waktu. Rajab adalah salah satu dari
empat bulan mulia di luar Ramadlan, yakni Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan
Rajab. Disebut “bulan-bulan haram” (الأشهر الحرم) karena pada bulan-bulan tersebut umat
Islam dilarang mengadakan peperangan.
Tentang bulan Ramadhan, tak perlu
ditanya lagi. Bulan ini mendapat tempat khusus dalam ajaran Islam. Pada bulan
ini seluruh ganjaran amal kebaikan dilipatgandakan. Di dalam sebuah hadits
dijelaskan bahwa kasih sayang Allah ditumpahkan dalam sepuluh pertama bulan
ini, pintu pengampunan dibuka lebar pada sepuluh kedua, dan pembebasan dari
neraka diterapkan pada sepuluh ketiga. Umat Islam diwajibkan berpuasa selama
sebulan penuh. Singkat kata, Ramadhan menjadi bulan spesial hubungan antara
hamba dengan Allah.
Terkait tak begitu populernya
bulan Sya’ban, Rasulullah pernah bersabda:
عن أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ
تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ
يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ
الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا
صَائِمٌ
”Usamah bin Zaid berkata, ‘Wahai
Rasululllah aku tidak pernah melihat engkau berpuasa sebagaimana engkau
berpuasa pada bulan Sya’ban. Nabi membalas, “Bulan Sya'ban adalah bulan yang
biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan.
Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal.
Karenanya, aku menginginkan pada
saat diangkatnya amalku, aku dalam keadaan sedang berpuasa.” (HR Nasa'i)
Jamaah shalat Jum’at hafidhakumullah,
Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan, hari- hari
utama (al-ayyâm al-fâdlilah) ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan,
dan tiap minggu. Dalam siklus bulanan, Imam al-Ghazali berpendapat bahwa bulan
Sya’ban merpakan bagian dari al-asyhur al-fâdlilah (bulan-bulan utama),
sebagaimana bulan Rajab, Dzulhijjah, dan Muharram. Bobot nilai puasa pada
bulan-bulan utama lebih unggul dibanding pada bulan-bulan biasa. Berpuasa juga
menjadi amalan yang jelas-jelas dicontohkan oleh Rasulullah sendiri.
Mengapa puasa? Puasa di bulan Sya’ban menandai tentang kesiapan
kita dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Semakin intensif seseorang
melaksanakan ibadah di bulan ini, semakin matang pula kesiapannya untuk
memasuki bulan Ramadhan. Di sinilah relevansi makna “jalan di atas bukit” bulan
Sya’ban. Bulan Sya’ban menjadi jalan mendaki untuk meraih puncak kemuliaan yang
tersedia di bulan Ramadhan. Rasulullah sendiri bersabda bahwa beliau ingin
ketika amal kebaikan diangkat, beliau sedang dalam kondisi berpuasa.
Dengan demikian, kata kunci penting dalam hal ini adalah
“kesiapan”. Kata ini pula yang sering diabaikan tatkala kita memasuki bulan
Sya’ban. Kesiapan yang dimaksud adalah kesiapan rohani untuk menerima suasana
paling sakral dari bulan paling suci, yakni Ramadhan. Sehingga, kesiapan lebih
berorientasi spiritual, ketimbang material.
Mungkin kita lihat perubahan suasana di sekeliling kita saat
bulan Sya’ban tiba. Pusat-pusat perbelanjaan kian ramai, tiket-tiket stasiun
atau pesawat dengan cepat ludes terbeli, jumlah belanja bahan pokok meningkat,
dan lain sebagainya. Semua ini mungkin bisa disebut persiapan, tapi dalam
pemaknaan yang sangat material, bukan spiritual.
Jamaah shalat Jum’at hafidhakumullah,
Dengan demikian, kita menyaksikan bahwa bukan hanya bulan
Sya’ban yang dilupakan, bahkan makna bulan Sya’ban itu sendiri juga tak jarang
diabaikan begitu saja. Kondisi duniawi kerap menyibukkan kita dengan hal-hal
yang tak terlalu substansial. Tradisi atau “ritus” budaya tahunan sering
menjauhkan kita pada kedalaman rohani yang seharusnya mendapat perhatian lebih
dari kita.
Yang tak kalah penting dicatat adalah bahwa bulan ini mengandung
pertengahan spesial yang dikenal dengan “Nisfu Sya’ban”. Secara harfiah, Nisfu
Sya’ban berarti hari atau malam pertengahan bulan Sya'ban atau tanggal 15
Sya'ban. Imam Ghazali mengistilahkan malam Nisfu Sya'ban sebagai malam yang
penuh dengan syafaat (pertolongan).
Menurut Imam al-Ghazali, pada malam ke-13 bulan Sya'ban Allah
SWT menganugerahi sepertiga syafaat kepada hamba-Nya dan seluruh syafaat secara
penuh pada malam ke-14. Dengan demikian, pada malam ke-15, umat Islam dapat
memiliki banyak sekali kebaikan sebagai penutup catatan amalnya selama satu
tahun. Pada malam ke-15 bulan Sya’ban inilah, catatan perbuatan manusia
penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan Allah SWT.
Selain puasa, menghidupkan malam sya’ban juga sangat dianjurkan
khususnya malam Nisfu Sya’ban. Maksud menghidupkan malam di sini adalah
memperbanyak ibadah dan melakukan amalan baik pada malam Nisfu Sya’ban. Sayyid
Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki menegaskan bahwa terdapat banyak kemuliaan di
malam nisfu Sya’ban; Allah SWT akan mengampuni dosa orang yang minta ampunan
pada malam itu, mengasihi orang yang minta kasih, menjawab do’a orang yang
meminta, melapangkan penderitaan orang susah, dan membebaskan sekelompok orang
dari neraka.
Semoga kita semua dianugerahi umur panjang yang barokah; diberi
kesempatan berjumpa dengan bulan Ramadhan. Harapannya, kita semua dapat
meningkatkan kualitas kehambaan kita dan merengkuh kebahagiaan dunia dan
akhirat. Amiiin. Wallahu a’lam bish shawab.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ
وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ
العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ
هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ
تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا
أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ
بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى
إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ
مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ
اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان
وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي
التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ
بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ
اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ
عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ
خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى
يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا
بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرْ
13. Khutbah bahasa arab
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ
وَفَّقَنَاِلاَدَاءِاْلجُمُعِ وَاْلجَمَاعَاتِ . وَهَدَانَااِلَى
سَبِيْلِ اكْتِسَابَ اَكْمَلِ السَّعَادَاتِ . اَشْهَدُاَنْ لااِلهَ
اِلاَّاللهُ وَحْدَه ُلاَشَرِ يْكَ لَهُ رَبُّ اْلاَرَضِيْنَ وَالسَّموَ اتِ
وَاَشْهَدُاَنَّ سَيِّدَ نَامُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اْلمُؤيَّدُبِاَفْضَلِ اْلايَاتِ وَاْلمُعْجِزَاتِ .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَالِهِ وَصَحْبِهِ مَاتَعَاقَبَ اْلاَوْقَاتِوَالسَّاعَاتِ .
اَمَّابَعْدُ : فَيَاعِبَادَاللهَ
اتَّقُواللهَ وَحَافِظُوْاعَلَى الطَّاعَةِ وَحَضُوْرِاْلجُمُعِ
وَاْلجَمَاعَاتِ.قَالَ تَعَالَى : يَااَيُهَاالَّذِيْنَ امَنُوْا
اِذَانُوْدِىَ لِلصَّلوةِمِنْ يَوْمِ اْلجُمُعَةِ فَاسْعَوْااِلى ذِكْرِاللهِ وَذَرُوااْلبَيْحَ
ذلِكُمْ خَيْرٌلَكُمُ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ .فَِاذَاقُضْيَتِ
الصَّلوةُفَانْتَشِرُوْافِى اْلاَرْضِ وَابْتَغُوْامِنْ فَضْلِ اللهِ
وَاْذكُرُوااللهَ كَشِيْرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ . وَاعْلَمُوْا
اَنَّ اللهَ تَعَالى صَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ قَدِيْمًا .فَقَالَ اللهُ
تَعَالى : اِنَّ اللهَ وَمَلا ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى
النَِّبِىِّ . يَااَيُّهَاالذِّيْنَ امَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْاتَسْلِيْمًا .
اَللَّهُمَ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى
سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ سَيِّدِ اْلمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ
وَالتَّابِعِيْنَ . وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ
الدِّيْنَ . اَللَّهُمَّ اَعِزَّاْلاِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ . وَاخْذُلِ اْلكَفَرَةَ اَعْدَاءَالدِّيْنِ
اَللَّهُمَّ اَصْلِحِ الرَّعِىَ وَالرَّاعِيَّةَ .
وَاجْعَلْ بَلْدَةَ هذِهِ
وَسَائِرِبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ رَحِيَّةً مَحْمِيَّةً مِنْ كُلِ فِتْنَةٍ
وَمَرَضٍ وَبَلِيَّةٍوَاجْعَلْنَا مِنْ سُعَدَاءِ الدَّارَيْنِ فِىْ عَافِيَةٍ
وَسَلاَمَةٍيَاذَااْلجَلاَلِ وَاْلعِزَّةِ
وَالرَّحْمَةِ . رَبَنَّااغْفِرْلَنَاذُنُوْبَنَاوَلاِخِْوانَبِاالَّذِيْنَ
سَبَقُوْنَا بِاْلاِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِى قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ
امَنُوْارَبَّنَا اِنَّكَ رَؤُفُ الرَّحِيْمُ . اَللَّهُمَّ
اغْفِرْلِلْمُسْلِمِنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
اِنَّكَ سَمِيْحٌ قَرِبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ اَمِيْنَ يَارَبَّ
اْلعَالَمِيْنَ . رَبَّنَااَتِنَافِى الدُّنْيَاحَسَنَةً وَفِى
اْلاَخِرَةِحَسَنَةًوَقِنَاعَذَابَ النَّارِ.
اَمَّابَعْدُ : فَيَااَيُّهَاالنَّاسُ
اِتَّقُوااللهَ حَقَّاتُقَاوَلاَتَمُوْتُنَّااِلاَّوَاَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ . اِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى
النَّبِىِّ يَااَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنًوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْاتَسْلِيْمًا .
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ
وَتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ .
وَارْضَ عَنَّامَعَهُمْ
بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ
اَغْفِرْلِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اَلاَحْيَاءِمِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ . اَللَّهُمَّ
اَعِزَّاْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاَذِلَّ الشِّرْكَ
وَالْمُشْرِكِيْنَ .وَانْصُرْعِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنِ وَاَهْلِكِ
اْلكَفَرَةَوَالْمُبْتَدِعَةَوَالظَّالِمِيْنَ . وَاَعْلِ كَلِمَاتِكَ
اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ .
اَللَّهُمَّ ادْفَعْ
عَنَّاالْغَلَاَءَوَاْلوَبَاءَوَالْفَحْشَاءَوَالرِّبَاوَالزِّنَاوَالزَّلاَزِلَ
وَالْمِحَنَ .وَسُوْءَ اْلفِتَنِ
مَاظَهَرَمِنْهَاوَمَابَطَنَ . عَنْ بَلَدِنَاهَذَاخَاصَّةً وَعَنْ
سَنائِرِبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عَامَّةًيَارَبَّ اْلعَالَمِيْنَ .
رَبَّنَااَتِنَافِى
الدُّنْيَاحَسَنَةًوَفِى اْلاَخِرَةِحَسَنَةًوَقِنَاعَذَابَ النَّاِر .
عِبَادَااللهِ ... اِنَّ
اللهَ يَأْمُرُبِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى
عَنِ اْلفَخْشَاءِوَاْلمُنْكَرِوَاْلبَغْىِ يَعِضُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ . فَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمِ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُهُ عَلَى نِعَمِحِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مٍنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ
وَلَذِكْرُاللهِ اَعَزُّاجَلُّ وَاَكْبَرُ .
|






0 komentar:
Posting Komentar