Selasa, 26 September 2017

Filled Under:

Panduan penyelengaraan jenasah

1.      Syarat baca syahadat
a.       Ketika menjawab azan
b.      Disunatkan ketika ijab Kabul
c.       Pada waktu khutbah atau Tausiyah
2.      Whudhu’
Wudhu Wudhu artinya menghilangkan hadats kecil, dengan membasuh beberapa anggota tubuh tertentu dengan niat. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah : 6
öNs9r& (#÷rttƒ öNx. $uZõ3n=÷dr& `ÏB OÎgÎ=ö7s% `ÏiB 5bös% öNßg»¨Y©3¨B Îû ÄßöF{$# $tB óOs9 `Åj3yJçR ö/ä3©9 $uZù=yör&ur uä!$yJ¡¡9$# NÍköŽn=tã #Y#uôÏiB $uZù=yèy_ur t»yg÷RF{$# ̍øgrB `ÏB öNÍkÉJøtrB Nßg»uZõ3n=÷dr'sù öNÍkÍ5qçRäÎ/ $tRù't±Sr&ur .`ÏB öNÏdÏ÷èt/ $ºRös% tûï̍yz#uä ÇÏÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,..” Ayat diatas memerintahkan kepada orang yang beriman jika hendak mendirikan shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnat dalam keadaan hadats kecil, maka wajib berwudhu terlebihdahulu dengan cara: 1. Membasuh muka 2. Membasuh dua tangan sampai dengan dua sikunya 3. Menyapu atau mengusap kepala 4. Membasuh dua kaki dengan dua mata-kakinya Empat point diatas adalah rukun wudhu yang ditetapkan Al Qur’an, kemudian berdasarkan hadits Nabi SAW yang shahih, harus ada niat, yakni sengaja melakukan wudhu dalam hati karena Allah, dan tertib, yakni berurutan sebagaimana yang diurut oleh Allah dalam firman-Nya diatas. Dengan demikian dalam berwudhu, membasuh kaki tidak boleh di dahulukan daripada muka meskipun faktanya kaki lebih kotor daripada muka.


1)      DOA-DOA SAAT BERWUDHU

a.     Doa ketika membasuh dua pergelangan tangan:

اللَّهُمَّ احْفَظْ يَدَيَّ مِنْ مَعَاصِيكَ كُلِهَا

Allohummahfidz Yadayya Min Ma'asyika Kulliha

Artinya:
"Ya Allah, peliharalah kedua tanganku daripada melakukan maksiat kepadaMu."

b. Doa ketika berkumur:

اللَّهُمَّ اَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Allohumma a'inni 'Ala Dzikrika wa Syukrika wahusni 'Ibadatika
Artinya:
"Ya Allah, bantulah aku supaya aku dapat berzikir kepadaMu, dan bersyukur kepadaMu, dan memperelok ibadah kepadaMu."

c. Doa ketika membasuh hidung:
اَللَّهُمَّ أَرِحْنِي رَائِحَة الجَـنَّة وَاَنْتَ عَنِّي رَاضٍ

Allohumma Arihni Roihatal Jannati wa anta annii rodliin
Artinya:
"Ya Allah, berilah aku penciuman menghirup wangi surga, dan Engaku meridloiku."

d. Doa ketika membasuh muka (setelah membaca niat wudhu dalam hati) :


اَللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِى يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ

Allohumma bayyid wajhiy yauma tabyadu wujuuh wa taswaddu wujuuh
Artinya:
"Ya Allah, putihkanlah wajahku pada hari dimana putihnya wajah-wajah dan hitamnya wajah-wajah."

e. Doa ketika basuh tangan kanan :
اَللَّهُمَّ اَعْطِنِى كِتاَبِى بِيَمِيْنِى وَحَاسِبْنِى حِسَاباً يَسِيْرًا

Allohumma A'thini kitabi biyamini wa hasibni hisaban yasiro
Artinya:
"Ya Allah! berikanlah kepadaku kitabku dari sebelah kanan dan hitunglah amalanku dengan perhitungan yang mudah."
f. Doa ketika membasuh tangan kiri :

اَللَّهُمَّ لاَ تُعْطِنِى كِتاَبِى بِشِمَالِى وَ لاَ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِىْ

Allohumma Laa Ta'thini Kitabi bisyimali walaa min waro,i dzohri
Artinya:
"Ya Allah, janganlah beri kepadaku kitab amalanku dari sebelah kiri atau dari sebelah belakang."

g. Doa saat mengusap rambut/kepala:

اَللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِيْ وَبَشَرِيْ عَلَى النَّارِ

Allohumma harrim sya'ri wabasyari 'Alannari.
Artinya:
"Ya Allah, haramkan rambutku dan kulit kepalaku daripada neraka."

h. Doa ketika membasuh dua telinga :


اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ اْلقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ

Allohummaj'Alni minalladzina yastami'unal Qoula fayattabi'una ahsanahu
Artinya:
"Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mendengar ucapan yang baik dan mengikuti sesuatu yang terbaik."

i.                   Doa saat membasuh kaki kanan:
  اَللَّهُمَّ ثَبِّتْ قدَمَيَّ عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تُثَبِّتُ فِيْهِ اَقْدَامَ عِبَادِكَ الصَالِحِينَ

Allohumma Tsabbit Qodamayya 'Alaas Syirothi yauma tutsabbitu fiihi Aqdama 'ibaadikas shoolihiin
Artinya:
"Ya Allah, tetapkan kedua kakiku di atas titian shirothol mustaqim pada hari dimana kau tetapkan kaki-kaki orang shaleh."

          j. Doa saat membasuh kaki kiri:


اَللَّهُمَّ لَاتَزِلُّ قدَمَيَّ عَلَى الصِّرَاطِ فِي النَّارِ يَوْمَ تَزِلُّ فِيْهِ اَقْدَامُ المُنَافِقِيْنَ وَالمُشْرِكِينَ

Allohumma laa tazillu Qodamayya 'Alaa Syirothi fin naar yauma tazillu fiihi Aqdamul munaafiqiina wal musyrikiina

Artinya:
"Ya Allah, jangan gelincirkan kedua kakiku di atas titian shirothol mustaqim kedalam neraka pada hari dimana engkau gelincirkan kaki-kaki orang-orang munafik dan musyrik."

3.      Mandi
a.      Niat, Syarat Sahnya Mandi
Para ulama mengatakan bahwa di antara fungsi niat adalah untuk membedakan manakah yang menjadi kebiasaan dan manakah ibadah. Dalam hal mandi tentu saja mesti dibedakan dengan mandi biasa. Pembedanya adalah niat. Dalam hadits dari ‘Umar bin Al Khattab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
b.     Rukun Mandi
Hakikat mandi adalah mengguyur seluruh badan dengan air, yaitu mengenai rambut dan kulit.
Inilah yang diterangkan dalam banyak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menceritakan tata cara mandi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جَسَدِهِ كُلِّهِ
Kemudian beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” (HR. An Nasa-i no. 247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Penguatan makna dalam hadits ini menunjukkan bahwa ketika mandi beliau mengguyur air ke seluruh tubuh.”[1]
Dari Jubair bin Muth’im berkata, “Kami saling memperbincangkan tentang mandi janabah di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda,
أَمَّا أَنَا فَآخُذُ مِلْءَ كَفِّى ثَلاَثاً فَأَصُبُّ عَلَى رَأْسِى ثُمَّ أُفِيضُهُ بَعْدُ عَلَى سَائِرِ جَسَدِى
Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR. Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim)
Dalil yang menunjukkan bahwa hanya mengguyur seluruh badan dengan air itu merupakan rukun (fardhu) mandi dan bukan selainnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah. Ia mengatakan,
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِى فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ قَالَ « لاَ إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِى عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ ».
Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330)
Dengan seseorang memenuhi rukun mandi ini, maka mandinya dianggap sah, asalkan disertai niat untuk mandi wajib (al ghuslu). Jadi seseorang yang mandi di pancuran atau shower dan air mengenai seluruh tubuhnya, maka mandinya sudah dianggap sah.
Adapun berkumur-kumur (madhmadhoh), memasukkan air dalam hidung (istinsyaq) dan menggosok-gosok badan (ad dalk) adalah perkara yang disunnahkan menurut mayoritas ulama
4.      Tayammum
Petama adalah niat tayamum [niat dalam hati], jika dilafadzkan maka bacaan niat tayamum adalah sebagai berikut :
نويت التّيمّم لإستباحة الصّلاة فرضالله تعالى
Nawaitut tayammuma li-istibaahatish shalaati far-dlan lillaahi ta’aala
Artinya : aku niat betayammum untuk dapat mengerjakan shalat; fardlu karena Allah.

‘Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhu bahwa dia berkata: “Saya pernah mengalami junub dan ketika itu saya tidak mendapatkan air (untuk mandi). Oleh karena itu saya pun bergulung-gulung di tanah (untuk bersuci) dan kemudian saya menjalankan shalat. Maka hal itu pun saya ceritakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Nabi bersabda, “Sebenarnya sudah cukup bagimu bersuci dengan cara seperti ini.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memukulkan kedua telapak tangannya di atas tanah dan meniup keduanya. Kemudian dengan kedua telapak tangan itu beliau membasuh wajah dan telapak tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits Ammar radhiyallahu ‘anhu di atas dapat kita simpulkan bahwa tata cara tayammum itu adalah:
1. Menepukkan dua telapak tangan ke tanah/debu dengan sekali tepukan.
2. Meniup atau mengibaskan tanah/debu yang menempel pada dua telapak tangan tersebut.
3. Mengusap wajah terlebih dahulu lalu mengusap kedua telapak tangan, bagian dalam maupun luarnya. Atau pun mengusap telapak tangan dahulu baru setelahnya mengusap wajah.


5.      Do’a sesudah azan


اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ سَيِّدَ نَا مُحَمَّدَا ن الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَالشَّرَفَ وَالدَّ رَجَةَ العَالِيَةَالرَّفِيعَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَّحْمُوْدَاإ الَّذِيْ وَعَدْتَهُ إِنَّكَ لاَتُخْلِفُ الْمِيْعَادِ


" Allahumma rabba haadzihid-da’watit taammah wash-shalaatil-qaa'imah, aati sayyidinaa Muhammadanil-wasiilata wal-fadhiilah wasy-syarofa wad-darojatal-'aaliyatar-rofii'ah, wab' atshul-maqaamam-mahmuudanil-ladzii wa’adtah innaka laa tukhliful-mii’aad. "

Artinya : “Ya Allah, penguasa panggilan yang sempurna (adzan dan qomat) dan shalat yang didirikan, berikanlah kepada nabi Muhammad washilah, keanugerahan, kemulyaan, dan derajat yang luhur, keistimewaan dan tempatkanlah di tempat yang mulia yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak (pernah) menyalahi janji. ”

A.    Bacaan menjawab azan


Menjawab Adzan Dan Iqamah
Assalamu alaikum wr, wb, Berikut pada kesempatan kali ini saya akan menuliskan artikel tentang sunnah menjawab adzan dan iqamah Lengkap dengan arab dan latinnya, Semoga artikel yang saya tuliskan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Bagi kaum muslimin dan muslimat sunnah hukumnya menjawab suara adzan dengan jawaban yang sama seperti apa yang disebut dalam kalimat adzan dan iqamah, Kecuali pada kalimat : "Hayya alash shalaah" dan "Hayya alal falaah" maka kita menjawabnya dengan lafadz berikut ini...
lafadz Laa haula walaa Quwwata illaa billaah
"Laa haula walaa Quwwata illaa billaah"
Artinya :
"Tidak ada dya upaya dan tidak ada kekuatan, kecuali dengan pertolongan allah"

Apabila pada Adzan shubuh, Ketika muazzin mengucap kalimat dibawah...
lafadz Ash shalaatu khoirum minan nauum
"Ash shalaatu khoirum minan nauum"
Artinya : 
"Shalat itu lebih baik daripada tidur"
Kita yang mendengarnya menjawab...
lafadz menjawab adzan
"Shodaqta wa bararta wa ana alaa dzaalika minasy syaahidiin"
Artinya :
"Benar dan baguslah ucapanmu itu dan aku atas yang demi kian itu termasuk orang orang yang menyaksikan"


Berikut jawaban bagi yang mendengar IQAMAH
Bagi yang mendengar iqamah, kalimat demi kalimat terdengar di jawab sama seperti yang di ucapkan oleh muazzin, kecuali pada kalimat "QAD QAAMATISH" maka dijawab dengan lafadz sebagai berikut...
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiROS6w6paFkUNLtyL4X4ejsPrXyF_pkg6WIyrYOkhpgFTpV712C3OAujI3otMZtmkGTN8sol2CmHVrGeeH9Z-Miij-pFWEOQc3vRk1XGG8owERfWQwcXXfSSAZZxENAq3lgRBl5gcpFVU/s1600/aqaamahallaahu.png
"AQoomahallaahu wa adaamahaa waja alanii ming shoolihii ahlihaa"
Artinya :
"Semoga allah mendirikan shalat itu dengan kekalnya, dan semoga Allah menjadikan aku ini dari golongan orang yang sebaikbaiknya ahli shalat"
Doa setelah mendengar IQAMAH
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJp6zXtD9upXJofdMgv7f_t0UmVqz53mPmFTpZGsMzl5Qr84ccWs3jZYFjjVIfGfom66gD01IYG3FuHXHOjGWCeJ6Msq1LEbdhGacAHha8u4Ie9TLrrBmUE9Y4ZRV_Yfy1l6zqFxkufjk/s1600/doa+setelah+mendengan+iqamah.png
"Allaahumma robba haadzihidda watit taammati wash shalaatil Qaaimah, sholli wa sallim alaa sayyidinaa muhammadin wa aatihi sulahu yaumal Qiyaamah"
Artinya : 
                "Ya allah tuhan yang memiliki panggilan yang sempurna, dan memiliki shalat yang didirikan, curahkanlah rahmat dan salam atas jungjungan kita nabi muhammad, dan berilah/kabulkanlah segala permohonannya pada hari kiamat.




6.      Tata cara Sholat Berjamaah
Shalat berjamaah yang sah hanya bisa terwujud dengan syarat-syarat dan cara-cara tertentu yang wajib diperhatikan, yang ringkasnya sebagai berikut: 

1. Tempat ma’mum tidak boleh di depan imam. Jika hal ini terjadi, makakema’mumannya batal, karena Nabi SAW bersabda

: اِنَّمَا جُعِلَ اْلاِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ (رواه البخارى 657 ومسلم 411

Imam itu diangkat tak lain agar menjadi panutan. (H.R. al-Bukhari: 657, dan Muslim: 411). 

Al-I’timam artinya mengikuti. Dan hal itu hanya bisa dilakukan bila si pengikut ada di belakang. Namun demikian, tidaklah mengapa menjejeri d alam berdiri, sekalipun itu makruh. Karena sunnahnya memang mundur sedikit daripadanya. Adapun kalau ada di depan imam, maka batal shalatnya. 

Yang menjadi patokan, apakah berada di depan atau di belakang imam adalah tumit, yakni bagian belakang telapak kaki. 

Kalau ma’mum ada dua orang atau lebih, maka mereka semua berbaris di belakang imam. Tetapi, kalau hanya seorang, maka berdiri di sebelah kirinya, kemudian mundurlah kedua-duanya untuk merapat satu sama lain, atau imamnya yang maju. 

Imam Muslim yang meriwayatkan dari Jabir RA, dia berkata:

 صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُمْتُ عَنْ يَمِيْنِهِ، ثُمَّ جَاءَ جَابِرُبْنِ صَخْرٍ فَقَامَ عَنْ يَسَارِهِ، فَاَخَذَ بِاَيْدِيْنَا جَمِيْعًا حَتَّى اَقَامَنَا خَلْفَهُ 

Pernah aku shalat di belakang Rasulullah SAW. aku berdiri di sebelah kana beliau. Kemudian datanglah Jabir bin Shakhr lalu berdiri di sebelah kiri beliau. Maka, beliau memegang tangan kami semua sehingga beliau tempatkan kami di belakang beliau. 

Jarak antara imam dan ma’mum, disunnatkan agar tidak lebih dari tiga dzira’ . Dan demikian pula, jarang antara masing-masing shaf. Apabila ma’mum terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka barisan laki-laki di depan, barulah sesudah itu barisan perempuan. Adapun kalau ma’mumnya hanya seorang lelaki dan seorang perempuan, maka yang lelaki berdiri di sebelah kanan imam, lalu yang perempuan di belakang ma’mum lelaki itu. 

Yakni Dzira’ orang lelaki biasa, lebih kurang sama dengan 50 cm.

Adapun jamaah yang terdiri dari melulu kaum wanita, maka imam berdiri di tengah mereka. Karena hal seperti ini ada diriwayatkan secara otentik dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah, Raadhiyallahu ‘anhuma. (Riwayat al-Baihaqi dengan isnad shahih). 

Dan makruh hukumnya, bila seorang ma’mum berdiri sendirian. Oleh sebab itu, hendaklah dia masuk dalam suatu shaf bila ada kelonggaran. Dan kalau tidak ada, maka disunnatkan baginya menarik seseorang dari shafnya agar bergabung dengannya, sesudah takbiratul ihram. Sedang bagi orang yang ditarik itu, disunnatkan membantunya dan bergabung dengannya, agar memperoleh pahala memberi pertolongan atas kebajikan. 

2. Mengikuti imam dalam semua perpindahan-perpindahan dan rukun-rukun fi’liyah dalam shalat yang dilakukan. 

Dengan cara, ma’mum memulai pekerjaannya sesudah imam, sedang imam mendahului selesainya ma’mum dalam setiap pekerjaan. 

Apabila ma’mum tertinggal oleh imam selama satu rukun, itu makruh hukumnya. Sedang bial tertinggal sampai dua rukun yang panjang, misalnya imam sudah ruku’, i’tidal, lalu sujud dan bangkit, sementara ma’mum masih juga berdiri, padahal tidak ada uzur, maka batal shalatnya. Adapun kalau tertinggalnya itu karena uzur umpamanya karena lambat bacaannya, maka ma’mum bleh tertinggal oleh imam sampai tiga rukun. Dan kalau sesudah itu, masih juga belum bisa mengejar imam, maka dia wajib memenggal sebatas yang telah dia lakukan, lalu segera mengikuti imam.sesudah imam salam nanti, kekurangan ma’mum itu bisa dia penuhi. 

3. Mengetahui perpindahan-perpindahan imam, dengan cara melihatnya langsung, atau melihat sebagian shaf, atau mendengar suara muballigh. 

4. Antara imam dan ma’mum tidak ada jarak tempat yang terlampau jauh, apabila kedua-duanya tidak berada dalam masjid. 

Adapun kalau berkumpul dalam satu masjid, maka jamaah itu tetap sah, sekalipun jarak di antara keduanya cukup jauh, dan sekalipun terhalang oleh bangunan-bangunan, asal masih ada lubang tembus. 

Adapun kalau imam dan ma’mum ada di luar masjid, atau imam ada di masjid sedang ma’mumnya ada di luar, maka dipersyaratkan agar jarak antara keduanya tidak terlampau jauh. Atau lebih tegasnya begini: 
           
Pertama: Apabila imam dan ma’mum ada di tanah lapang, di padang pasir umpamanya, maka dipersyaratkan jangan lebih jaraknya dari 300 dzira’ Hasyimi, yakni ±150 meter. 

Kedua: Apabila masing-masing dari imam dan ma’mum berada dalam bangunan sendiri-sendiri, seperti dua rumah, atau yang satu dalam kamar sedang yang lain di ruang tamu umpamanya, maka selain syarat tersebut di atas, diwajibkan pula agar shaf dari satu bangunan bersambung dengan shaf pada bangunan yang lain, yakni bila bangunan yang ditempati imam menceng ke kanan atau ke kiri dari tempat berdiri ma’mum. 
 
Ketiga: Apabila imam berada dalam masjid, sedang sebagian ma’mum ada di luar, maka dipersyaratkan agar jarak antara ujung masjid dan ma’mum di luar masjid yang terdepan, tak lebih jauhnya dari 300 dzira’ Hasyimi. 

5. Ma’mum berniat berjamaah atau mennjadi ma’mun. 

Niat ini dipersyaratkan agar berbareng dengan Takbiratul Ihram. Jadi, kalau ada seseorang tidak berniat menjadi ma’mum, namun demikian dia mengikuti perpindahan-perpindahan dan gerakan-gerakan imam, maka shalatnya batal, manakala hal itu mengakibatkan dia menunggu imam, yang menurut ‘uruf cukup lama. 

Sedang kalau mengikuti perpindahan dan gerakan imam itu hanya karena kebetulan saja tanpa sengaja, atau penungguan tersebut tidak terlalu lama, maka shalatnya tidaklah batal. 

Adapun bagi imam, tidaklah wajib berniat menjadi imam, hanya mustahab saja, agar memperoleh pahala berjamaah. Artinya, kalau tidak berniat, maka pahala itu tidak diperoleh. Karena orang hanya akan memperoleh apa yang dia niatkan saja dari amalnya. Rasulullah SAW bersabda:

 اِنَّمَا اْلاَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ، وَاِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى (رواه البخارى 1 ومسلم 1907

Sesungguhnya amal-amal itu bergantung pada niat-niatnya. Dan sesungguhnya tiap-tiap orang hanya akan memperoleh apa yang dia niatkan. (H.R. al-Bukhari: 1, dan Muslim: 1907). 

Ma’mum akan memperoleh pahala jamaah, selagi imam belum salam. Sedang melakukan Takbiratul Ihram bersama Takbiratul Ihramnya imam akan memberi pahala tersendiri. Dan hal itu bisa dilakukan dengan segera bertakbir sesudah takbir imam. 

Ma’mum dianggap masih sempat mengalami satu rakaat bersama imam, apabila ia masih sempat mengejar ruku’nya. sedang apabila ia baru sempat bertakbir sesudah imam usai dari ruku’, maka berarti rakaat itu telah lewat. Selanjutnya ma’mum wajib melakukan sendiri rakaat itu –atau melakukan semua yang terlewat manakala lebih dari satu rakaat- sesudah imam salam

7.      Bacaan Sholat Jenazah

Pertama, niat. Niat wajib digetarkan dalam hati. Apabila dilafalkan secara lisan akan berbunyi:

Untuk jenazah laki-laki:

أُصَلِّي عَلَى هَذَا الـمَيِّتِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى

Untuk jenazah perempuan:

أُصَلِّي عَلَى هَذَا الـمَيِّتَةِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى

Kedua, takbir dan dilanjutkan dengan membaca Surat al-Fatihah.
 

Ketiga, takbir lagi dan diteruskan dengan membaca shalawat Nabi:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Akan lebih bagus bila disambung:

كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ، فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Keempat, usai membaca shalawat, takbir lagi dan membaca doa untuk jenazah yang sedang dishalati:

Untuk jenazah laki-laki:

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ  وَاجْعَلِ اْلجَنَّةَ مَثْوَاهُ. اللّهُمَّ ابْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَهْلًا خَيْراً مِنْ أَهْلِهِ. اللَّهُمَّ إِنَّهُ نَزَلَ بِكَ وَأَنْتَ خَيْرُ مَنْزُوْلٍ بِهِ. اَللَّهُمَّ أَكْرِمْ نُزولَهُ ووسِّعْ مَدْخَلَهُ

Untuk jenazah perempuan:

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهاَ وَارْحَمْهاَ وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهاَ  وَاجْعَلِ اْلجَنَّةَ مَثْوَاهاَ. اللّهُمَّ ابْدِلْهاَ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهَا، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهَا وَأَهْلًا خَيْراً مِنْ أَهْلِهاَ. اللَّهُمَّ إِنَّهُ نَزَلَ بِكَ وَأَنْتَ خَيْرُ مَنْزُوْلٍ بِهاَ. اَللَّهُمَّ أَكْرِمْ نُزولَهاَ ووسِّعْ مَدْخَلَهاَ

Kelima, takbir yang keempat kalinya, lalu membaca:

Untuk jenazah laki-laki:

اللهُمّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ

Untuk jenazah perempuan:

اللهُمّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ

Keenam, mengucapkan salam secara sempurna:
 

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

8.      Sholat jamak dan kashar

a.       Shalat Jamak

Shalat jamak adalah mengumpulkan dua shalat dalam satu waktu. Misalnya : Shalat Zhuhur dilakukan di waktu Ashar. Artinya, saat masuk waktu Dzuhur ia tidak melakukan Shalat Dzuhur, akan tetapi dilakukan di waktu Ashar. Maka setelah masuk Ashar orang tersebut melakukan Shalat Dzuhur kemudian melakukan Shalat Ashar
Shalat yang bisa dijamak adalah;
  • Shalat Zhuhur dikumpulkan dengan Shalat ‘Ashar
  • Shalat Maghrib dikumpulkan dengan Shalat ‘Isya
Adapun Shalat Shubuh tidak bisa dijamak dengan shalat apapun.

Jamak Taqdim dan Ta’khir

  1. Jamak Taqdim adalah mengumpulkan dua waktu shalat di waktu shalat yang pertama.
    Contoh: Menjamak Shalat Zhuhur dan ‘Ashar di waktu Shalat Zhuhur
  2. Jamak Ta’khir adalah mengumpulkan dua waktu shalat di waktu shalat yang kedua atau terakhir.
    Contoh: Jamak Shalat Maghrib dengan Shalat Isya’ di waktu Shalat Isya’

Shalat Qashar

Shalat Qashar yaitu menjadikan shalat yang berjumlah empat rakaat menjadi dua rakaat. Seperti Shalat Zhuhur, ‘Ashar dan Isya’. Sedangkan Shalat Maghrib dan Shubuh tidak bisa di-qashar.

Shalat Jamak dan Qashar

Artinya ada shalat yang boleh untuk kita jamak dan kita qashar sekaligus. Yaitu, semua shalat yang memenuhi syarat untuk bisa di-qashar maka shalat tersebut pasti boleh dijamak. Menjamak shalat yang bisa diqashar tidaklah harus. Jadi, seseorang bisa saja hanya meng-qashar tanpa menjamak biarpun boleh untuk menjamak.
a. Tidak Semua Shalat Yang Bisa Dijamak Itu Bisa Diqashar
Ada shalat yang memenuhi syarat untuk bisa dijama’ akan tetapi belum memenuhi syarat untuk di-qashar. Maka saat itu hanya boleh menjamak dan tidak boleh meng-qashar.
b. Semua Shalat Yang Bisa Diqashar Pasti Boleh Dijamak
Artinya: Semua shalat yang memenuhi syarat untuk boleh di-qashar secara otomatis boleh dijamak.

Syarat Shalat Jamak

1. Bepergian dengan Perjalanan Jauh
Jika seseorang dalam perjalanan jauh maka ia boleh menjamak dan meng-qashar shalat biarpun dalam keadaan jalan lancar tanpa ada kemacetan. Bepergian jauh dalam masalah ini adalah bepergian yang jarak tempuh menuju tempat tujuannya mencapai 84 km. Contohnya, perjalanan dari Jawa Timur menuju Jakarta, maka ini diperbolehkan untuk meng-qashar-nya.

2. Bepergian dengan Perjalanan Pendek
Yaitu perjalanan yang jarak tempuh menuju tempat tujuannya tidak mencapai 84 Km. Dalam hal ini bagi seseorang yang bepergian dengan perjalanan pendek diperkenankan menjama’ dengan 2 syarat:
a) Berada di dalam bepergian atau berniat melakukan bepergian. Misal : Pada hari senin, seseorang yang tinggal di Bogor ingin pergi ke Jakarta. Maka orang tersebut disebut berniat bepergian. Atau orang tersebut sudah meninggalkan kampungnya maka ia disebut bepergian.
b) Ada dugaan jalan macet atau tiba-tiba terkena macet yang merepotkannya untuk bisa turun untuk melakukan Shalat.

Cara dan Niat Jamak Taqdim

Jika seseorang ingin menjamak taqdim (misal : Shalat Dzuhur digabung dengan Shalat Ashar yang dilakukan di waktu Dzuhur), maka yang harus dilakukan adalah:
1. Memulai dengan shalat Dzuhur dengan niat sebagaimana biasa, seperti, “Aku niat shalat fardhu Dzuhur”. Jika dilakukan berjama’ah tinggal menambah niat berjamaah. Kalau menjadi imam dengan tambahan, “Dan aku menjadi imam” kalau sebagai makmum dengan tambahan, “Dan aku menjadi makmum”.
Kemudian disaat ia melakukan shalat Dzuhur ia harus melintaskan niat di hati, “Aku akan melakukan shalat Ashar di waktu Dzuhur”. Waktu untuk niat menarik shalat Ashar ke Dzuhur terbentang sepanjang ia melakukan shalat Dzuhur. Artinya sepanjang ia berada di waktu Dzuhur niat bisa dilintaskan di hati asalkan belum salam. Bisa juga niat ini dibarengkan saat melakukan niat shalat Dzuhur, seperti : ”Aku melakukan shalat fardu Dzuhur dengan Ashar di waktu Dzuhur”.
2. Kemudian setelah ia salam dari shalat Dzuhur segera berdiri lagi untuk melakukan solat Ashar. Niatnya cukup : “Aku niat shalat fardhu Ashar”. Dengan niat seperti ini tanpa disebutkan niat jamaknya juga sudah sah. Kalau mau di tambah, “Jamak dengan Dzuhur” maka itu lebih baik.
3. Antara shalat Dzuhur dan Ashar harus bersegera. Artinya jangan ada jeda kesibukan apapun kecuali urusan shalat. Dzikir, do’a, shalat Ba’diyah Dzuhur dan Qobliyah Ashar ditunda setelah shalat Ashar.
9.     Takbir pada hari raya
http://rukun-islam.com/wp-content/uploads/2015/03/bacaan-takbiran-hari-raya-idul-fitri-dan-idul-adha.png






10.  Do’a  maksur

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ , وَمِنْ عَذَابِ اَلْقَبْرِ , وَمِنْ فِتْنَةِ اَلْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ , وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ اَلْمَسِيحِ اَلدَّجَّالِ
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari keburukan fitnah Masih Dajjal.” (Muttafaq 'alaih)
اللَّهُمَّ إنِّي ظَلَمْت نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا ، وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلَّا أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِك وَارْحَمْنِي ، إنَّك أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Ya Allah, Sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri dengan kezaliman yang banyak. Tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmati aku. Sesungguhnya Engkau Dzat Maha pengampun lagi Penyayang.” (Muttafaq 'Alaih)
اَللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Ya Allah, Bantu aku untuk berzikir, bersyukur, dan memperbaiki ibadah kepada-Mu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan al-Nasai dengan sanad kuat)
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Ya Allah, ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan (dosa yang mendatang), dosa yang aku sembunyikan dan dosa yang aku perbuat dengan terang-terangan, juga yang aku melampaui batas dan apa-apa yang Engkau ketahui dariku. Engkaulah Yang Mendahulukan dan Engkaulah Yang Mengakhirkan. Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Engkau.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)






























11.  Manasik haji

Hasil gambar untuk bacaan manasik haji


12.  Khutbah jum’at

Khutbah I


الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانِ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلِ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ
فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا، وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى

Jamaah shalat Jum'at haafidhakumullah,

Tidak terasa kita sudah berjumpa Sya’ban lagi, bulan yang menandai bahwa kita semakin mendekati blan suci Ramadhan. Sya’ban adalah bulan kedelapan dalam hitungan kalender hijriah. Terletak setelah bulan Rajab dan sebelum bulan Ramadhan. Secara bahasa Sya’ban berakar dari kata Arab “syi‘âb” yang bararti jalan di atas bukit. Makna “jalan” ini bisa dikiaskan dalam pengertian bahwa kita sedang menapaki jalan menuju Ramadhan, bulan yang paling dimuliakan dalam ajaran Islam.

Posisi bulan Sya’ban yang terjepit di antara Rajab dan Ramadhan itu rupanya membuat Sya’ban kalah populer dari keduanya. Kita tahu, Rajab diyakini sebagai bulan yang di dalamnya terdapat peristiwa dahsyat: Isra’ dan Mi’raj. Peristiwa yang dialami secara langsung oleh Rasulullah ini begitu membekas di benak umat Islam, bukan saja karena keajaibannya namun juga hasil dari peristiwa itu yang masih berlangsung hingga sekarang, yakni kewajiban shalat waktu. Rajab adalah salah satu dari empat bulan mulia di luar Ramadlan, yakni Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.  Disebut “bulan-bulan haram” (الأشهر الحرم) karena pada bulan-bulan tersebut umat Islam dilarang mengadakan peperangan.

Tentang bulan Ramadhan, tak perlu ditanya lagi. Bulan ini mendapat tempat khusus dalam ajaran Islam. Pada bulan ini seluruh ganjaran amal kebaikan dilipatgandakan. Di dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa kasih sayang Allah ditumpahkan dalam sepuluh pertama bulan ini, pintu pengampunan dibuka lebar pada sepuluh kedua, dan pembebasan dari neraka diterapkan pada sepuluh ketiga. Umat Islam diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh. Singkat kata, Ramadhan menjadi bulan spesial hubungan antara hamba dengan Allah.

Terkait tak begitu populernya bulan Sya’ban, Rasulullah pernah bersabda: 

عن أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

”Usamah bin Zaid berkata, ‘Wahai Rasululllah aku tidak pernah melihat engkau berpuasa sebagaimana engkau berpuasa pada bulan Sya’ban. Nabi membalas, “Bulan Sya'ban adalah bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan. Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal.

Karenanya, aku menginginkan pada saat diangkatnya amalku, aku dalam keadaan sedang berpuasa.” (HR Nasa'i)
Jamaah shalat Jum’at hafidhakumullah,

Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan, hari- hari utama (al-ayyâm al-fâdlilah) ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan, dan tiap minggu. Dalam siklus bulanan, Imam al-Ghazali berpendapat bahwa bulan Sya’ban merpakan bagian dari al-asyhur al-fâdlilah (bulan-bulan utama), sebagaimana bulan Rajab, Dzulhijjah, dan Muharram. Bobot nilai puasa pada bulan-bulan utama lebih unggul dibanding pada bulan-bulan biasa. Berpuasa juga menjadi amalan yang jelas-jelas dicontohkan oleh Rasulullah sendiri.

Mengapa puasa? Puasa di bulan Sya’ban menandai tentang kesiapan kita dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Semakin intensif seseorang melaksanakan ibadah di bulan ini, semakin matang pula kesiapannya untuk memasuki bulan Ramadhan. Di sinilah relevansi makna “jalan di atas bukit” bulan Sya’ban. Bulan Sya’ban menjadi jalan mendaki untuk meraih puncak kemuliaan yang tersedia di bulan Ramadhan. Rasulullah sendiri bersabda bahwa beliau ingin ketika amal kebaikan diangkat, beliau sedang dalam kondisi berpuasa. 

Dengan demikian, kata kunci penting dalam hal ini adalah “kesiapan”. Kata ini pula yang sering diabaikan tatkala kita memasuki bulan Sya’ban. Kesiapan yang dimaksud adalah kesiapan rohani untuk menerima suasana paling sakral dari bulan paling suci, yakni Ramadhan. Sehingga, kesiapan lebih berorientasi spiritual, ketimbang material.

Mungkin kita lihat perubahan suasana di sekeliling kita saat bulan Sya’ban tiba. Pusat-pusat perbelanjaan kian ramai, tiket-tiket stasiun atau pesawat dengan cepat ludes terbeli, jumlah belanja bahan pokok meningkat, dan lain sebagainya. Semua ini mungkin bisa disebut persiapan, tapi dalam pemaknaan yang sangat material, bukan spiritual.

Jamaah shalat Jum’at hafidhakumullah,

Dengan demikian, kita menyaksikan bahwa bukan hanya bulan Sya’ban yang dilupakan, bahkan makna bulan Sya’ban itu sendiri juga tak jarang diabaikan begitu saja. Kondisi duniawi kerap menyibukkan kita dengan hal-hal yang tak terlalu substansial. Tradisi atau “ritus” budaya tahunan sering menjauhkan kita pada kedalaman rohani yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari kita.

Yang tak kalah penting dicatat adalah bahwa bulan ini mengandung pertengahan spesial yang dikenal dengan “Nisfu Sya’ban”. Secara harfiah, Nisfu Sya’ban berarti hari atau malam pertengahan bulan Sya'ban atau tanggal 15 Sya'ban. Imam Ghazali mengistilahkan malam Nisfu Sya'ban sebagai malam yang penuh dengan syafaat (pertolongan).

Menurut Imam al-Ghazali, pada malam ke-13 bulan Sya'ban Allah SWT menganugerahi sepertiga syafaat kepada hamba-Nya dan seluruh syafaat secara penuh pada malam ke-14. Dengan demikian, pada malam ke-15, umat Islam dapat memiliki banyak sekali kebaikan sebagai penutup catatan amalnya selama satu tahun. Pada malam ke-15 bulan Sya’ban inilah, catatan perbuatan manusia penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan Allah SWT.

Selain puasa, menghidupkan malam sya’ban juga sangat dianjurkan khususnya malam Nisfu Sya’ban. Maksud menghidupkan malam di sini adalah memperbanyak ibadah dan melakukan amalan baik pada malam Nisfu Sya’ban. Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki menegaskan bahwa terdapat banyak kemuliaan di malam nisfu Sya’ban; Allah SWT akan mengampuni dosa orang yang minta ampunan pada malam itu, mengasihi orang yang minta kasih, menjawab do’a orang yang meminta, melapangkan penderitaan orang susah, dan membebaskan sekelompok orang dari neraka.

Semoga kita semua dianugerahi umur panjang yang barokah; diberi kesempatan berjumpa dengan bulan Ramadhan. Harapannya, kita semua dapat meningkatkan kualitas kehambaan kita dan merengkuh kebahagiaan dunia dan akhirat. Amiiin. Wallahu a’lam bish shawab.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ






13.  Khutbah bahasa arab
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ وَفَّقَنَاِلاَدَاءِاْلجُمُعِ وَاْلجَمَاعَاتِ . وَهَدَانَااِلَى سَبِيْلِ اكْتِسَابَ اَكْمَلِ السَّعَادَاتِ . اَشْهَدُاَنْ لااِلهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَه ُلاَشَرِ يْكَ لَهُ رَبُّ اْلاَرَضِيْنَ وَالسَّموَ اتِ وَاَشْهَدُاَنَّ سَيِّدَ نَامُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اْلمُؤيَّدُبِاَفْضَلِ اْلايَاتِ وَاْلمُعْجِزَاتِ .
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَالِهِ وَصَحْبِهِ مَاتَعَاقَبَ اْلاَوْقَاتِوَالسَّاعَاتِ .
اَمَّابَعْدُ : فَيَاعِبَادَاللهَ اتَّقُواللهَ وَحَافِظُوْاعَلَى الطَّاعَةِ وَحَضُوْرِاْلجُمُعِ وَاْلجَمَاعَاتِ.قَالَ تَعَالَى : يَااَيُهَاالَّذِيْنَ امَنُوْا اِذَانُوْدِىَ لِلصَّلوةِمِنْ يَوْمِ اْلجُمُعَةِ فَاسْعَوْااِلى ذِكْرِاللهِ وَذَرُوااْلبَيْحَ ذلِكُمْ خَيْرٌلَكُمُ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ .فَِاذَاقُضْيَتِ الصَّلوةُفَانْتَشِرُوْافِى اْلاَرْضِ وَابْتَغُوْامِنْ فَضْلِ اللهِ وَاْذكُرُوااللهَ كَشِيْرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ . وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ تَعَالى صَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ قَدِيْمًا .فَقَالَ اللهُ تَعَالى : اِنَّ اللهَ وَمَلا ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَِّبِىِّ . يَااَيُّهَاالذِّيْنَ امَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْاتَسْلِيْمًا .
اَللَّهُمَ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ سَيِّدِ اْلمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ . وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ . اَللَّهُمَّ اَعِزَّاْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ . وَاخْذُلِ اْلكَفَرَةَ اَعْدَاءَالدِّيْنِ اَللَّهُمَّ اَصْلِحِ الرَّعِىَ وَالرَّاعِيَّةَ .
وَاجْعَلْ بَلْدَةَ هذِهِ وَسَائِرِبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ رَحِيَّةً مَحْمِيَّةً مِنْ كُلِ فِتْنَةٍ وَمَرَضٍ وَبَلِيَّةٍوَاجْعَلْنَا مِنْ سُعَدَاءِ الدَّارَيْنِ فِىْ عَافِيَةٍ وَسَلاَمَةٍيَاذَااْلجَلاَلِ وَاْلعِزَّةِ وَالرَّحْمَةِ . رَبَنَّااغْفِرْلَنَاذُنُوْبَنَاوَلاِخِْوانَبِاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلاِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِى قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ امَنُوْارَبَّنَا اِنَّكَ رَؤُفُ الرَّحِيْمُ . اَللَّهُمَّ اغْفِرْلِلْمُسْلِمِنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ اِنَّكَ سَمِيْحٌ قَرِبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ اَمِيْنَ يَارَبَّ اْلعَالَمِيْنَ . رَبَّنَااَتِنَافِى الدُّنْيَاحَسَنَةً وَفِى اْلاَخِرَةِحَسَنَةًوَقِنَاعَذَابَ النَّارِ.
اَمَّابَعْدُ : فَيَااَيُّهَاالنَّاسُ اِتَّقُوااللهَ حَقَّاتُقَاوَلاَتَمُوْتُنَّااِلاَّوَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ . اِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِىِّ يَااَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنًوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْاتَسْلِيْمًا .
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ وَتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ .
وَارْضَ عَنَّامَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اَغْفِرْلِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلاَحْيَاءِمِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ . اَللَّهُمَّ اَعِزَّاْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ .وَانْصُرْعِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنِ وَاَهْلِكِ اْلكَفَرَةَوَالْمُبْتَدِعَةَوَالظَّالِمِيْنَ . وَاَعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ .
اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّاالْغَلَاَءَوَاْلوَبَاءَوَالْفَحْشَاءَوَالرِّبَاوَالزِّنَاوَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ .وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَاظَهَرَمِنْهَاوَمَابَطَنَ . عَنْ بَلَدِنَاهَذَاخَاصَّةً وَعَنْ سَنائِرِبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عَامَّةًيَارَبَّ اْلعَالَمِيْنَ .
رَبَّنَااَتِنَافِى الدُّنْيَاحَسَنَةًوَفِى اْلاَخِرَةِحَسَنَةًوَقِنَاعَذَابَ النَّاِر .
عِبَادَااللهِ ... اِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَخْشَاءِوَاْلمُنْكَرِوَاْلبَغْىِ يَعِضُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ . فَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمِ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُهُ عَلَى نِعَمِحِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مٍنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ اَعَزُّاجَلُّ وَاَكْبَرُ .


0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 Blog Muhammad Saidi .